Promo

Akui Saja Ramadan Kali Ini Sepi

Minggu, 09 Maret 2025 02:51 WIB | 450 kali
Akui Saja Ramadan Kali Ini Sepi

Seputaran wilayah Pasar Pagi Pangkalpinang tampak lengang. Padahal di sini salah satu titik terpadat dan teramai saat bulan Ramadhan.

PANGKALPINANG, MARKICA - Ramadan tahun lalu, mungkin rasanya tak sama dengan Ramadan tahun ini. Baik itu euforianya, kegembiraannya, hingga yang tak kalah berbeda adalah, ramai dan sepinya.

Kita sepakat bahwa esensi dari bulan Ramadan adalah ibadah. Bukan tentang siapa makan apa. Apalagi soal foya-foya. Tapi ada satu faktor yang turut menggembirakan di kala bulan suci ini datang. Yakni, perputaran ekonominya.

Kami mencoba melihat dari beberapa titik pasar Ramadan di Kota Pangkalpinang, yang setiap tahun selalu ramai oleh para penjual dan pemburu takjil. Seperti di sepanjang Pasar Pagi, Jalan Baru, Masjid Jami, Kampung Melayu. 

Nyatanya, hingga nyaris sepekan Ramadan, jalan tampak lengang. Nyaris tak ada antrian.

Pinggir jalan yang biasanya ramai setiap sore menjelang, jadi hilang.

Kondisi ini diakui atau tidak, berbeda dengan tahun kemarin. Sepanjang jalan terasa padat. Kafe-kafe dan rumah makan ramai didatangi untuk berbuka bersama. Bagi-bagi takjil tiada putus setiap harinya. Tapi tahun ini tidak. 

Wati, salah seorang penjual otak-otak di Pasar Pagi Pangkalpinang mencurahkan hatinya. Kata Wati, tahun ini pemasukannya jauh berbeda dengan tahun lalu. Biasanya ia dalam sehari bisa membawa minimal Rp 500 ribu.

"Tapi tahun ini sudah puasa ke lima jauh di bawah rata-rata. Kita tetap bersyukur berapapun yang kita dapat. Tapi kondisi ini memang di luar prediksi. Kita tahu kondisi Babel sedang susah, tapi jujur, ini yang paling susah. Ini Babel lebih susah dari COVID kemarin," katanya.

Lantas, kondisi saat ini tidak hanya dirasakan Wati saja. Ribuan pedagang makanan berbuka puasa juga pasti merasa sama. Secara nasional, kondisi ini memang telah dianggap merata. Berikut seperti yang kami kutip dari berbagai sumber.

Dompet "kempes" saat Ramadan

Momen Ramadan biasanya jadi waktu puncak belanja atau konsumsi masyarakat Indonesia, tapi kali ini situasinya berbeda. Mengutip riset CNBC Indonesia, berdasarkan data Mandiri Spending Index (MSI) ada pelemahan terhadap nilai belanja masyarakat di satu minggu jelang Ramadan, yakni ke angka 236,2.

Angka itu memperlihatkan pola yang tak lazim lantaran tak terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Mandiri Spending Index (MSI) yang menurun jelang Ramadan terakhir kali terjadi pada Maret 2020 atau atau pada saat COVID-19 mulai merebak di Indonesia. MSI juga mengungkap sektor leisure yang terkoreksi tajam, khususnya belanja olahraga, hobi, dan hiburan.

Data ini juga menunjukkan pola belanja yang paling banyak terserap yaitu untuk sektor restoran sebesar 20,2% dan belanja supermarket yang naik ke 15,9%. Ini mengindikasikan belanja masyarakat saat ini lebih berfokus pada kebutuhan primer.

Peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan pola belanja yang menguat saat Ramadan yaitu memang betul yang berkaitan dengan kebutuhan pokok.

"Apalagi di situasi ini, beberapa kebutuhan cenderung naik, tapi mereka harus beli. Misal beras, cabai, hortikultur, minyak goreng. Itu trennya di luar kenaikannya dibandingkan sebelumnya. Bahkan, kemarin sempat deflasi di bulan Februari," kata Tauhid, Sabtu (8/3/2025).

Tauhid juga menegaskan, belanja masyarakat lebih ke arah kembali ke kebutuhan pokok di Ramadan ini. Hal nomor dua yang juga jadi kebutuhan saat Lebaran adalah sandang, atau pakaian yang dikenakan saat hari raya.

"Tetapi memang jumlahnya ataupun kualitasnya mungkin tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya. Jadi, mereka tetap mempertahankan harga-harga yang terjangkau bagi masyarakat. Sehingga itu akan dilakukan," tambah Tauhid.

Hal urutan ketiga yang jadi prioritas masyarakat saat Lebaran adalah perihal mudik atau traveling, yang sudah jadi budaya di masyarakat Indonesia saat menjelang Hari Raya Idul Fitri.

"Di traveling ini kemungkinan juga ada kebutuhan untuk wisata dan sebagainya. Yang terakhir, mungkin soal sosial. Ada yang untuk memberikan zakat, infaq, sedekah, dan sebagainya. Tren ini selalu berulang, tapi besarannya memang beda," katanya.

"Kalau saya lihat memang situasi sekarang agak melambat, pasti kebutuhan utama (makanan) yang pertama tetap akan selalu besar. Kalau melihat data konsumsinya BPS, itu pasti akan selalu terbesar. Apalagi Ramadan jauh lebih tinggi mengantisipasi harga, dan kebutuhan hrai-hari-hari yang biasanya tidak belanja jajan sore, sekarang jadi masih tinggi," tandasnya.

Penulis: Putra Mahendra/berbagai sumber




Baca Juga