MariKitaBaca.Id - Informasi Bangka Belitung

Saksi Ahli: Jual-Beli Formulir C6 Potensi Awal Kecurangannya

pada Senin, 10 Februari 2025 21:45 WIB
data-auto-format="rspv" data-full-width="">

Ahli dari pihak Pemohon menyoroti verifikasi pemilih, Hakim MK tegaskan pentingnya perbaikan sistim dan keterbatasan SDM ini tidak boleh terus berlangsung, harus ada perubahan agar potensi pelanggaran dapat diminimalkan.



JAKARTA, MARKICA - Sidang sengketa hasil Pemilihan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan ahli dari pihak Pemohon, Bambang Eka Cahya Widodo.

Dalam kesaksiannya, Bambang menyoroti pentingnya sistim verifikasi pemilih di TPS sebagai instrumen untuk mencegah penyalahgunaan hak pilih.

"Verifikasi pemilih di TPS sebenarnya sudah diatur secara jelas dalam regulasi KPU. Pemilih harus menunjukkan KTP elektronik, biodata kependudukan, atau dokumen lain yang memiliki foto identitas diri seperti SIM atau paspor. Verifikasi ini menjadi alat penyaring agar tidak terjadi penyalahgunaan hak pilih," tegasnya di hadapan Majelis Hakim.

Bambang juga menyinggung adanya kelemahan dalam penyampaian formulir pemberitahuan memilih (Formulir C6) kepada pemilih. 

"Seharusnya, Form C6 disampaikan langsung kepada pemilih. Namun, dalam kenyataannya, sering kali tidak sampai atau bahkan berpotensi diperjualbelikan kepada pihak lain," ujarnya, mengacu pada pengalaman kasus serupa di Batam tahun 2012.

Ia juga mencontohkan kejadian di Tangerang Selatan, di mana KPPS tidak memeriksa identitas pemilih secara cermat. 

"Ada kasus di mana pemilih yang datang adalah laki-laki, tetapi KTP yang dibawa menunjukkan identitas perempuan. Ini membuktikan lemahnya pengawasan di tingkat TPS," tambahnya.

Menurutnya, lemahnya pemahaman petugas KPPS terhadap aturan juga menjadi faktor utama yang perlu diperbaiki. 

"KPPS, PPS, dan saksi adalah tiga elemen terlemah dalam penyelenggaraan pemilu. Pengetahuan mereka tentang aturan masih minim, pelatihan yang diberikan terbatas, dan banyak yang tidak memahami bahwa mereka telah melakukan pelanggaran," paparnya.

Bambang juga mengungkapkan bahwa dari tujuh anggota KPPS, hanya sekitar dua orang yang mendapatkan pelatihan, dan belum tentu ilmu tersebut tersampaikan kepada anggota lainnya. 

"Hal ini menyebabkan banyak keputusan di TPS diambil tanpa memahami aturan yang sebenarnya, sehingga potensi pelanggaran semakin besar," ungkapnya.

Selain itu, Bambang juga menyoroti pentingnya mekanisme bagi pemilih luar domisili yang harus memiliki surat pindah memilih. 

"Tanpa surat pindah memilih, tidak ada jaminan bahwa KPPS akan memeriksa apakah pemilih sudah menggunakan hak suaranya di tempat lain. Ini bisa membuka celah bagi seseorang untuk memilih lebih dari satu kali," jelasnya.

Ia menekankan bahwa jika sistim verifikasi ini tidak dijalankan dengan baik, potensi terjadinya Pemungutan Suara Ulang (PSU) akan semakin besar. 

"Dalam kondisi tertentu, jika ada bukti kuat seseorang memilih lebih dari sekali, maka pemilu bisa diulang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan KPU," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo menegaskan bahwa sistim Pemilu di tingkat bawah perlu diperbaiki. 

"Apa yang disampaikan ahli tadi benar adanya. KPPS sebagai ujung tombak Pemilu harus mendapatkan pembekalan yang lebih baik agar mereka memahami tugas dan tanggung jawabnya secara mendalam. Keterbatasan SDM ini tidak boleh terus berlangsung, harus ada perubahan agar potensi pelanggaran dapat diminimalkan," ujarnya.

Penulis: Akmal Riansyah

data-auto-format="rspv" data-full-width="">
#Nasional #Lokal #Pilkada #Pemilu #Pilgub #Mahkamah Konstitusi #MK #KPU #Bawaslu #Politik #Bangka Belitung #Babel