Promo

Mencari Alasan Mencopot Gibran

Selasa, 22 April 2025 11:56 WIB | 315 kali
Mencari Alasan Mencopot Gibran

Mantan Wapres sekaligus mantan Panglima TNI Try Sutrisno memberikan restu dan membeberkan alasan setuju pencopotan Gibran Rakabuming Raka dari posisi wapres.


Restu ini sejalan dengan keinginan atau tuntutan Forum Purnawirawan TNI beberapa waktu lalu.Try Sutrisno bahkan membuat catatan khusus dan surat wasiat untuk Presiden Prabowo soal ini.

 - Try Sutrisno menjadi penanda tangan tuntutan pencopotan Wapres Gibran ini. Surat ini sudah beredar di laman X sejak beberapa hari ini.

Selain Try, ada nama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.

Dalam surat itu juga disebut ada 103 purnawirawan berpangkat jenderal yang setuju, 73 purnawirawan laksamana, 65 purnawirawan marsekal serta 91 purnawirawan kolonel, yang mengaku setuju dengan poin-poin tuntutan itu.

Selamat Ginting, analis politik dan militer, sudah menanyakan langsung kasus Gibran ini dalam momen Lebaran awal bulan ini.

Try Sutrisno mengutarakan ini kepada Selamat Ginting saat bersilaturahmi dalam momen Lebaran di kediamannya pada 9 April 2025.

Menurut Selamat Ginting, Try Sutrisno sangat bersikeras untuk menyelamatkan bangsa dari kekacauan.

Dikutip dari kanal Youtube Hersubeno Point, Minggu (20/4/2025), Selamat Ginting mengaku sengaja menanyakan kasus Gibran ini pada Try Sutrisno.

Lalu mantan Panglima TNI ini menjawab bahwa banyak yang punya pemikiran sama dengannya soal Gibran ini.

“Kemudian, apakah selain Pak Try itu banyak juga para purnawirawan TNI yang punya pemikiran sama? Banyak,” kata Selamat menirukan jawabanTry saat itu.

Menurut Try, ada purnawirawan yang sangat berani mengenai pencopotan Gibran, ada yang berani, namun ada juga yang kurang berani.

"Tapi saya hormati sikap-sikap itu,” kata Selamat lagi menirukan ucapan Try saat itu.

Di antara tuntutan itu, poin pertama bicara mengenai pengembalian UUD 1945 asli. Sejak amandemen UUD 1945 pada periode 1999-2002 yang menghasilkan konstitusi baru, Try Sutrisno termasuk yang paling lantang menyuarakan kembali kepada UUD 1945 asli.

“Tapi pada prinsipnya justru menurut dia bukan cuma TNI saja, kalangan civil, akademisi juga punya sikap yang sama, terutama kembali ke UUD 1945,” katanya.

Menurut Try Sutrisno kepada Selamat, bahwa kalau undang-undang dasar ini diganti, itu sama saja, negara ini ditiadakan.

“Jadi paling tidak sampai dengan saya tutup usia nanti, katanya, saya sudah menyampaikan,” jelas Selamat seperti diutarakan Try.

Lanjut dia, Try Sutrisno masih sangat peduli dengan nasib Pancasila ke depan. Termasuk peran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saat ini.

“Apa peran BPIP? Inikan menurut dia selama era reformasi ini, praktis nilai-nilai Pancasila itu diabaikan. Ya dia bersyukur ada BPIP walaupun menurut dia belum sempurna tapi setidaknya ini lembaga yang bisa menjadi modal untuk kita kembali ke nilai-nilai dasar Pancasila,” ungkapnya.

Satu hal yang membuat Selamat terkejut ialah soal Wapres Gibran Rakabuming Raka yang menjadi perhatian serius bagi mantan Wapres Try Sutrisno.

“Tapi saya juga terkejut ketika Beliau berbicara soal posisi wakil presiden yang dipegang oleh Gibran ini. Ya itu dibicarakan, (Kata Pak Try) jadi saya tidak habis pikir begitu ya. Karena begini mohon dibedakan itu proses Prabowo menjadi presiden, itu tidak ada masalah. Itu pernyataan Beliau (Pak Try),” katanya.

“Tapi untuk Gibran ini itu menurut saya, saya tidak habis pikir dan saya menyayangkan ada orang seperti Pak Jokowi tanpa berpikiran luas sebagai negarawan,” ungkap Selamat menirukan dialognya dengan Try Sutrisno saat itu.

"Mengapa kemudian (Jokowi) memaksakan sang anak dan kita sekarang harus menanggung akibatnya,” katanya lagi menirukan ucapan Try saat itu.

Try juga menceritakan bahwa dia banyak kekurangan, tapi dia dipercaya menjadi wakil presiden era Soeharto.

“Pendahulu-pendahulu saya juga orang-orang hebat semuanya. Anda catatlah semuanya. Tapi begitu yang sekarang saya mau ngomong apa lagi katanya,” beber Selamat menirukan ucapan Try Sutrisno.

Masih kata Selamat, poin-poin yang disampaikan Try Sutrisno sama persis dengan yang tertera dalam delapan tuntutan Forum Purnawirawan TNI.

“Jadi ketika Forum Purnawirawan prajurit TNI ini menyampaikan poin-poinnya, menurut saya persis ya di poin kedelapan itu, itu kan yang dikhawatirkan Pak Try Sutrisno sebagai tokoh bangsa kita,” kata Selamat.

Termasuk mengembalikkan posisi MPR seperti dalam UUD 45 sebagai lembaga tertinggi negara,” jelasnya.


Klik juga artikel  di bawah ini:


PDIP: Saran yang Bagus


Muncul pernyataan sikap dari kelompok yang mengatasnamakan Forum Purnawirawan Prajurit TNI, untuk mencopot Gibran Rakabuming Raka dari jabatan wakil presiden (wapres). Mereka meminta penunjukan wapres diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Merespons hal tersebut, Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus menilai, saran tersebut cukup bagus.

"Itu saran yang bagus sih kalau menurut saya," kata Deddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

Menurutnya, setiap saran terkait pemerintahan bisa dipertimbangkan. Misalnya, saran mencopot Gibran apakah dimungkinkan secara konstitusional atau tidak.

"Saran kan artinya itu menjadi pertimbangan bagi berbagai pihak. Apakah ada ruang konstitusional di sana, apakah itu mendorong misalnya wapresnya lebih baik, kan gitu, apakah bisa mendorong pemerintahan lebih efektif, kan itu urusannya," kata Deddy.

"Bukan saya mengiyakan atau menidakkan usulan itu. Itu kan hak orang menyampaikan usulan," sambungnya.

Sebelumnya, beredar pernyataan sikap dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Surat pernyataan itu ditandatangani 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

Sejumlah tokoh yang menandatangani pernyataan itu antara lain Wakil Presiden (Wapres) ke-6 RI sekaligus Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) periode 1988-1993 Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, mantan Menteri Agama (Menag) Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, KSAD periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, KSAL periode 2005-2007 Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, KSAU periode 1998-2002 Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.

Berikut isi pernyataannya:

1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.

2. Mendukung Program Kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.

3. Menghentikan PSN PIK 2, PSN Rempang dan kasus-kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.

4. Menghentikan tenaga kerja asing Cina yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja Cina ke Negara asalnya.

5. Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.

6. Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

7. Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.

8. Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Pemakzulan?
Gibran Rakabuming Raka, sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia, dapat diberhentikan dari jabatannya berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945, tepatnya Pasal 7A dan Pasal 7B.

Berikut adalah penjelasan singkat:

Alasan Pemberhentian:
• Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) jika terbukti:
• Melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
• Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden (misalnya, kehilangan kewarganegaraan atau tidak mampu menjalankan tugas).
• Contoh perbuatan tercela bersifat subjektif dan bisa mencakup tindakan yang dianggap merusak martabat jabatan, tetapi harus dibuktikan secara hukum.

Prosedur Pemberhentian:
• Usul DPR: DPR mengajukan usulan pemberhentian dengan bukti yang kuat. Usulan ini harus didukung oleh sekurang-kurangnya 2/3 anggota DPR yang hadir dalam sidang.
• Sidang MPR: MPR menggelar rapat paripurna yang dihadiri minimal 3/4 anggota MPR. Keputusan pemberhentian harus disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR yang hadir.
• Hak Membela Diri: Sebelum diputuskan, Gibran sebagai Wakil Presiden berhak menyampaikan penjelasan atau pembelaan di sidang MPR.
• Peran Mahkamah Konstitusi (MK): Jika pemberhentian didasarkan pada pelanggaran hukum, MK harus memeriksa dan memutuskan apakah pelanggaran tersebut terbukti.

Konteks Saat Ini:
• Berdasarkan informasi hingga April 2025, tidak ada proses hukum atau usulan resmi dari DPR untuk memberhentikan Gibran. Namun, ada desakan dari kelompok seperti Forum Purnawirawan Jenderal TNI yang menilai pencalonan Gibran melanggar prosedur Mahkamah Konstitusi karena putusan kontroversial tentang batas usia (dikeluarkan oleh MK di bawah Anwar Usman, paman mertua Gibran, pada Oktober 2023).
• Desakan ini tidak mendapat dukungan politik luas. Partai Golkar, misalnya, menolak usulan penggantian Gibran, menegaskan bahwa ia terpilih melalui proses pemilu yang sah pada 2024.
• Tidak ada laporan resmi tentang pelanggaran hukum atau perbuatan tercela oleh Gibran yang dapat menjadi dasar pemberhentian. Kritik terhadapnya lebih bersifat politis, seperti tuduhan nepotisme atau kontroversi akun “Fufufafa” yang diduga terkait dengannya, tetapi ini belum terbukti secara hukum.

Hambatan Praktis:
• Pemberhentian Wakil Presiden adalah proses yang sangat kompleks dan membutuhkan konsensus politik yang kuat di DPR dan MPR. Mengingat Gibran didukung oleh koalisi besar (Koalisi Indonesia Maju) yang memenangkan 58% suara pada pemilu 2024, sulit untuk mencapai mayoritas 2/3 di DPR dan MPR tanpa dukungan partai-partai koalisi.

• Selain itu, putusan MK dan KPU terkait pencalonan Gibran telah final, dan gugatan terkait nepotisme (oleh TPDI dan Perekat Nusantara) ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada Februari 2024.

Kesimpulan, secara hukum, Gibran Rakabuming Raka bisa diberhentikan sebagai Wakil Presiden jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat atau perbuatan tercela sesuai UUD 1945. 

Namun, hingga saat ini (April 2025), tidak ada proses resmi atau bukti hukum yang cukup untuk memulai prosedur pemberhentian. 

Desakan untuk menggantinya lebih bersifat politis dan tidak memiliki dukungan luas di parlemen, sehingga kemungkinan pemberhentian dalam waktu dekat sangat kecil.

Penulis: Vega. A/Marikitabaca/Berbagai sumber




Baca Juga