Promo

Perpisahan dan Wisuda Sekolah: Bukan Sekadar tentang Gaun dan Panggung Mewah

Minggu, 04 Mei 2025 17:42 WIB | 204 kali
Perpisahan dan Wisuda Sekolah: Bukan Sekadar tentang Gaun dan Panggung Mewah

Dengan adanya larangan kegiatan perpisahan dan wisuda sekolah ini, juga memberikan dampak positif lainnya, yaitu menghindari konflik yang terjadi antara guru dan orang tua siswa sebagai penanggung-jawab kegiatan di lingkungan.


Ketika waktu kelulusan sudah semakin mendekat, biasanya pihak sekolah maupun orang tua siswa, sedikit banyak mulai menyibukkan diri.

 - Mereka biasanya duduk bersama mendiskusikan persiapan  perpisahan dan wisuda sekolah bagi para siswa yang segera akan mengakhiri jenjang tertentu untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Namun sayangnya, topik yang bergulir ini sering kali memantik perdebatan publik.

Mengapa demikian?

Karena, perpisahan sebagai tradisi sederhana dan sarat makna itu, kini mengalami pergeseran makna, sehingga perpisahan dan wisuda sekolah telah menjadi ajang penuh gaya, kemewahan, dan bahkan berlomba demi gengsi.

Di Balik Paket Lengkap Euforia Perpisahan
Ketika perayaan perpisahan dan wisuda sekolah dilaksanakan, maka mau tidak mau diperlukan beberapa persiapan: mulai dari upaya menyewa gedung mewah, memesan gaun dan toga, hingga pesta meriah yang akhirnya hanya menambah beban bagi orang tua --- semua itu menjadi paket lengkap dari euforia, yang belum tentu semua mampu menjangkau untuk memenuhinya.

Di tengah perbincangan seru itu, muncul sebuah tayangan di salah satu kanal Youtube milik Kang Dedi Mulyadi dengan durasi 33:47 menit mendadak viral dan mengundang perhatian banyak orang untuk mengetahui peristiwa terjadi.

Dalam video tersebut, memperlihatkan terjadinya perdebatan antara seorang gadis berusia 20 tahun, Aura Cinta dengan Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, terkait adanya larangan pelaksanaan perpisahan dan wisuda sekolah, serta isu pembongkaran rumah di seputar bantaran sungai di Bekasi.

Terlihat, bagaimana Aura Cinta menyampaikan harapannya bahwa wisuda bukan hanya sekadar seremoni belaka, namun merupakan momen sakral yang telah lama dinantikan dan dipersiapkan para siswa dengan penuh harap dan kerja keras untuk mencapai kelulusan. 

Dalam tayangan itu, Aura Cinta tidak sedang mengutarakan tentang kemewahan. Dirinya mengungkapkan tentang makna dan segala perjuangan ketika bersama teman dan guru --- tentang rasa bangga atas kelulusan, dan juga tentang kenangan yang ingin mereka rayakan.

Keberanian Aura Cinta untuk mengkritik larangan dari seorang gubernur, bukan sekadar menyampaikan opini: namun Aura Cinta telah mewakili suara ribuan siswa di seluruh Indonesia yang memiliki harapan yang serupa.

Suara Aura Cinta yang mewakili ribuan siswa, seakan  mengukuhkan bahwa wisuda adalah merupakan tonggak peristiwa sakral dalam sejarah hidup mereka, untuk dirayakan dengan hikmat penuh kebahagiaan, bukan karena kemewahan acara, melainkan karena emosinya.


Klik juga artikel  di bawah ini:


Perpisahan dan Realitas Sosial yang Terjadi di Tengah Masyarakat
Menghadapi fakta demikian, Dedi Mulyadi dengan gayanya yang khas tidak berhenti dan tinggal diam. Ia juga memberikan suguhan realitas kehidupan lain, menyangkut tentang kemiskinan hidup yang terjadi pada keluarga-keluarga yang tinggal di bantaran sungai.

Dedi Mulyadi, mengajak berpikir dengan menyajikan realitas masyarakat sekitar yang rumahnya dibongkar demi normalisasi wilayah, sementara banyak di antara mereka yang tidak tahu tentang apa itu toga.

Mereka hanya memiliki harapan agar terus bisa sekolah meski hidup mereka penuh keterbatasan.

Sajian video tersebut, sungguh kontras, sehingga akhirnya menggugah kesadaran masyarakat bahwa larangan perpisahan dan wisuda sekolah, bukan sekadar mematikan semangat untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun lebih dari hal itu, agar tidak semakin menimbulkan luka sosial.

Terlebih ketika acara tersebut dipaksakan menjadi sebuah ajang bergengsi, sementara bagi mereka yang tidak mampu justru akan merasa semakin tersingkirkan. Inilah alasannya mengapa banyak pemerintah daerah juga melarang melakukan perpisahan dan wisuda secara berlebihan, dengan membatasi kegiatan wisuda berbayar.

Dengan adanya larangan kegiatan perpisahan dan wisuda sekolah ini, juga memberikan dampak positif lainnya, yaitu menghindari konflik yang terjadi antara guru dan orang tua siswa sebagai penanggung-jawab kegiatan di lingkungan.

Namun, meski adanya larangan dari pemerintah daerah terkait perpisahan dan wisuda sekolah, bukan berarti perayaan kelulusan dihapuskan. Kita hanya perlu menata ulang dan mengembalikan makna dari kegiatan tersebut.

Perayaan perpisahan dan wisuda sekolah, tidak harus dilaksanakan dengan biaya mahal dan penuh kemewahan. Namun tetap dapat dilaksanakan dengan sederhana, cukup di halaman sekolah, yang diisi dengan kegiatan refleksi, apresiasi, serta kenangan yang hangat.

Sehingga dengan demikian, tanpa harus menambah beban biaya yang harus dikeluarkan orang tua, tanpa menimbulkan tekanan sosial,  acara perpisahan dan wisuda sekolah tetap dapat dilaksanakan untuk mengenang segala perjuangan yang dilakukan bersama teman, guru, dan juga orang tua.

Perpisahan: Bukan tentang Gaun dan Panggung Mewah
Jika kita kembali menoleh ke belakang, sejatinya perpisahan dan wisuda sekolah bukanlah tentang gaun dan panggung mewah, tetapi tentang bagaimana kita dapat kembali mengenang segala perjuangan yang telah dilakukan ketika para siswa bersama teman-teman, guru, dan juga orang tua, berjuang dan melakukan proses pendidikan meraih harapan di masa depan.

Melalui perpisahan, diharapkan kita dapat mengenang kembali tentang guru yang selalu setia mendampingi dan membimbing, teman yang mengalami jatuh bangun bersama dalam proses belajar, orang tua dan seluruh keluarga yang tak pernah lelah mendoakan dan berusaha untuk kelancaran dan kesuksesan dalam meraih harapan di masa depan.

Meski dalam kesederhanaan, bukan berarti kita tidak dapat merayakan hal-hal di atas yang memang layak dan pantas untuk di refleksikan dan dirayakan secara meriah dengan penuh kebahagiaan, kebersamaan, semangat, dan penuh cinta, ketika berproses bersama selama masa pendidikan berlangsung.

Kita tidak dapat menjamin, apakah perdebatan seputar perpisahan dan wisuda sekolah, akan terus berulang dan terjadi dalam setiap tahunnya? Namun kita semua tetap berharap, semoga saja mulai hari ini akan dilakukan secara bertahap diskusi yang lebih bijak dan inklusif, sehingga kita dapat menyatukan persepsi untuk bersama melangkah dan merayakan kelulusan penuh empati.

Sehingga, tanpa harus menambah beban luka sosial pada keluarga yang tak memiliki kemampuan untuk merayakannya, karena sejatinya perpisahan dan wisuda sekolah, bukan sekadar tentang gaun dan panggung mewah.

Penulis: Theresia Martini, S.Ag., M.M/Guru SMP Negeri 6 Pangkalpinang




Baca Juga