Promo

Saksi Paslon 02 Sebut "Keranjang Sampah", Hakim MK: Maksud Ibu Apa?

Senin, 10 Februari 2025 19:15 WIB | 1.146 kali
Saksi Paslon 02 Sebut "Keranjang Sampah", Hakim MK: Maksud Ibu Apa?

Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah yang turut mengadili sidang PHPU Nomor 266/PHPU.GUB-XXIII/2025 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mempertanyakan pernyataan salah seorang saksi dari pihak terkait.

JAKARTA, MARKICA - Ada yang menarik dari sidang hari Senin (10/2/2025) itu.

Ada beberapa catatan menarik dari sidang yang digelar di Ruang Sidang Panel I, Lantai IV Gedung 2 MK, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi/ahli yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah.

Salah seorang saksi ahli dari pihak terkait, Ida Budhiati sebagai ahli yang dihadirkan pihak Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor Urut 2, Hidayat Arsani dan Hellyana), membuat sebuah pernyataan yang sedikit menggelikan.

Ida mengatakan di depan Majelis Hakim, menyamakan MK seperti keranjang sampah.

"Bahwa tidak tepat dan tidak pada tempatnya apabila Mahkamah dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan Pemilu. Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-lain, sama saja dengan menempatkan Mahkamah sebagai keranjang sampah, menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan Pemilu di Indonesia," ujar Ida. 

Ida mengatakan, harusnya tidak semua sengketa harus melalui MK. Karena dia beranggapan sudah ada disediakan kanal-kanal penyelesaian keberatan.

Dan di sini hakim senyum-senyum. Kemudian hakim mempertanyakan pernyataan saksi pihak terkait tersebut.

Nah, pernyataan inilah yang menggelitik Majelis Hakim untuk bertanya lebih jauh.

"Saya ada pertanyaan untuk Ibu Ida, tadi Ibu Ida menyampaikan bahwa harus keberatan itu harus dilakukan berdasarkan faktanya. Jika tidak dilakukan maka itu dianggap telah melepas hak keberatanya itu, nah menurut saya, kira-kira menurut Ibu Ida, solusinya apa, sementara di awal tadi di pengantarnya Bu Ida menyatakan bahwa Mahkamah itu hanyalah sebatas menyelesaikan hasil pemilihan Pemilu, agar Mahkamah tidak disebut sebagai keranjang sampah," kata Hakim Guntur.

Lanjut Hakim Guntur, sementara di sisi lain Ida mengatakan kalau orang tidak menggunakan haknya, maka, ya sudah selesai persoalan.

"Nah, mau diselesaikan Mahkamah, eh ibu mengatakan "Hey, Mahkamah jangan anda ikut masuk di situ karena kewenangan anda itu hanya sebatas perselisihan hasil saja". Nah, ini kira-kira ni solusinya bagaimana, satu sisi tidak boleh dan di satu sisi juga ndak boleh? jadi kira-kira bagiamana menurut Bu Ida jalan keluarnya, gak boleh di sini, gak boleh di sana, nah, terus gimana dong pemikiran Ibu Ida supaya ini bisa selesai, kami perlu penjelasan, bagaimana cara melihatnya?," tanya Hakim Guntur.

Sebut Mahkamah Keranjang Sampah, jika...

Kata Ida, setiap pelanggaran, harus diselesaikan oleh lembaga yang berwenang sebelum ditempuh upaya akhir penyelesaian sengketa di forum MK. 

Kata Ida, bahwa pemeriksaan permohonan yang bersifat kualitatif dalam konteks proses, bukan dalam makna Mahkamah akan memeriksa dan memutus semua dugaan pelanggaran yang didalilkan. 

Sebab, apabila hal demikian dilakukan, maka Mahkamah justru akan menjadi badan peradilan yang hanya menangani semua hukum peradilan Pemilu. Padahal batasan kewenangan Mahkama hanyalah sebatas menyelesaikan sengketa hasil Pemilu. 

"Bahwa tidak tepat dan tidak pada tempatnya apabila Mahkamah dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan Pemilu. Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-lain, sama saja dengan menempatkan Mahkamah sebagi keranjang sampah, menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan Pemilu di Indonesia," kata Ida.

Baginya, tidak mungkin MK harus mengurus segala hal egual tentang pemilihan, bilamana para pihak tidak menempuh upaya keberatan sesuai dengan tahapan yang ditentukan maka sudah sepatutnya dianggap telah melepaskan haknya, sehingga tidak dapat lagi mengajukan sebagai dalil perselisihan  forum MK.

Ahli Pemohon: Pelanggaran Prosedur Tidak Bisa Diabaikan

Pandangan Ida mendapat tantangan dari Ahli Pemohon, Ilham Saputra. Menurutnya, ada pelanggaran serius dalam tata cara pemungutan suara yang bertentangan dengan peraturan KPU. 

"Berdasarkan pengalaman saya sebagai penyelenggara Pemilu, ada aturan yang jelas mengenai tugas saksi dan KPPS. Tidak ada dasar hukum yang membenarkan pelanggaran di TPS hanya karena kesepakatan bersama," tegas Ilham.

Ilham juga menyoroti pentingnya elektoral justice system, di mana setiap pelanggaran harus ditindak sesuai prosedur. Ia mencontohkan kasus Pemilu 2019 di Kabupaten Sigi, di mana Mahkamah Konstitusi memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) di sebuah TPS hanya karena dokumen C7 (model daftar hadir pemilih saat itu) tidak ditemukan dalam kotak suara.

"Ketika itu, meskipun hanya satu TPS, Mahkamah tetap memutuskan PSU karena ada pelanggaran prosedural. Itu menunjukkan bahwa keadilan Pemilu harus ditegakkan, bukan sekadar diselesaikan berdasarkan kesepakatan tanpa kepastian hukum," ujar Ilham.

Ia juga menekankan bahwa prosedur on the spot dalam penyelesaian pelanggaran di TPS perlu diperjelas. 

"Jadi Saya kira bahwa selama keadilan Pemilu dan kepastian hukum belum sepenuhnya terpenuhi, maka mekanisme on the spot belum menjadi solusi utama. Namun, jika di kemudian hari ditemukan novum (bukti baru) yang relevan dengan permasalahan Pilkada atau Pemilu, maka penyelesaiannya tetap dapat dilakukan melalui jalur hukum yang tersedia, termasuk di Mahkamah Konstitusi, guna memastikan keadilan dalam proses demokrasi.," tutupnya dengan tegas.

Penulis: Nhum Safitri/Akmal Riansyah




Baca Juga