Promo

Ngeri! KPU Bangka Tengah Beri Keterangan Palsu di Sidang MK?

Selasa, 11 Februari 2025 18:00 WIB | 1.285 kali
Ngeri! KPU Bangka Tengah Beri Keterangan Palsu di Sidang MK?

Ahli yang dihadirkan Termohon, I Gusti Putu Artha saat memberikan keterangan di sidang beragendakan mendengarkan keterangan Saksi/Ahli, memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan.

JAKARTA, MARKICA - Pernyataan-pernyataan dan kesaksian para saksi Termohon di sidang sengketa hasil Pemilihan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (10/2/2025), tak habis-habisnya menuai sorotan negatif.

Seperti, kali ini, sorotan karena diwarnai pernyataan kontroversial dari saksi Termohon, Andriyandi Putra Pratama, yang merupakan Komisioner KPU Kabupaten Bangka Tengah.

Dalam kesaksiannya, Andriyandi menyatakan bahwa proses pemilihan di Kabupaten Bangka Tengah berjalan lancar tanpa adanya permasalahan yang diajukan oleh pemohon.

Ia juga mengklaim bahwa seluruh tahapan verifikasi identitas pemilih, baik melalui e-KTP maupun C-Pemberitahuan, telah dilakukan dengan benar oleh KPPS di semua TPS.

"Untuk di Kabupaten Bangka Tengah proses berjalan dengan lancar. Terkait gugatan ataupun pokok perkara yang disampaikan oleh pemohon, itu yang telah disampaikan tidak benar," ujarnya dalam sidang.

Selain itu, ia menegaskan bahwa semua saksi telah menandatangani hasil rekapitulasi suara, baik di tingkat TPS, kecamatan, maupun kabupaten. 

"Di tingkat KPPS, seluruh saksi telah menandatangani hasil rekapitulasi. Begitu juga di tingkat PPK, semua tanda tangan. Karena pasangan calon nomor urut 01 memenangkan pemilihan di Bangka Tengah, maka di tingkat kabupaten pun seluruh saksi turut menandatangani hasil tersebut," sebutnya dalam persidangan.

Namun, pernyataan ini langsung dibantah oleh Abtar, Koordinator Saksi BERAMAL Kabupaten Bangka Tengah, yang menyaksikan sidang melalui kanal YouTube MK.

Tuduhan Keterangan Palsu di Persidangan

Abtar dengan tegas menyatakan keberatannya terhadap pernyataan Andriyandi. Ia menegaskan bahwa klaim mengenai tanda tangan saksi di tingkat kecamatan dan kabupaten tidak benar.

“Yang kami tandatangani hanya hasil di tingkat TPS. Untuk tingkat kecamatan, hanya di Kecamatan Pangkalan Baru kami menandatangani. Sedangkan di Kecamatan Koba, Namang, Simpang Katis, Sungai Selan, dan Lubuk Besar, kami tidak pernah menandatangani. Begitu juga di tingkat kabupaten, kami tidak pernah menandatangani hasil rekapitulasi,” ungkap Abtar.

Menurutnya, keterangan yang disampaikan oleh saksi Termohon telah menyesatkan dan tidak mencerminkan fakta yang terjadi di lapangan.

Padahal, sebelum memberikan keterangan dalam persidangan, saksi telah mengucapkan sumpah untuk menyampaikan fakta yang sebenar-benarnya.

Pertimbangkan Langkah Yang Diambil

Abtar menyatakan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan langkah selanjutnya terhadap Andriyandi Putra Pratama atas dugaan pemberian keterangan palsu di bawah sumpah.

"Memberikan keterangan palsu dalam persidangan, apalagi di Mahkamah Konstitusi, adalah pelanggaran serius. Kami akan mempertimbangkan langkah-langkah apa yang bisa ditempuh, baik pelaporan dan kalau ternyata ada unsur pelanggaran hukum di sana mungkin saja melalui jalur hukum," tegasnya.

Ancaman Pemberi Keterangan Palsu di Persidangan

Memberikan keterangan yang tidak benar dalam persidangan bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum yang serius. Jika kesaksian yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta, Mahkamah Konstitusi dapat mengambil keputusan yang keliru, berpotensi merugikan pihak yang bersengketa.

Lebih dari itu, memberikan keterangan palsu di bawah sumpah adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP.

Pasal ini menyebutkan bahwa siapa pun yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu dalam persidangan, baik secara lisan maupun tertulis, dapat dijerat dengan hukuman penjara hingga tujuh tahun.

Pasal 242 ayat (1) KUHP menyatakan:
"Barangsiapa dalam hal-hal yang menurut undang-undang menuntut sesuatu keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum dengan sengaja memberi keterangan palsu, yang di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, maupun oleh dia sendiri atau kuasanya yang khusus untuk itu dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun."

Dengan ancaman hukuman yang tidak ringan, setiap saksi yang hadir dalam persidangan diharapkan untuk memberikan keterangan secara jujur dan bertanggung jawab. Sebab, keterangan palsu bukan hanya menciderai proses peradilan, tetapi juga dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius bagi pemberinya.

Kasus ini semakin menambah kompleksitas sengketa Pilgub Babel 2024, membuka pertanyaan besar tentang integritas proses Pemilu dan akuntabilitas penyelenggaranya. Publik kini menunggu langkah apa yang akan diambil serta konsekuensi menyikapi kesaksian yang dipersoalkan ini.

Penulis: Akmal Riansyah




Baca Juga