Promo

Molen: Yang Ditakuti, Yang Dirindukan

Senin, 19 Mei 2025 05:26 WIB | 1.997 kali
Molen: Yang Ditakuti, Yang Dirindukan

Maulan Aklil, Walikota ke-12 Pangkalpinang saat berbincang di program Ruang Tengah Bangka Pos.


Yang, rindukah kau padaku?

Tak inginkah kau duduk di sampingku?
Kita bercerita tentang laut biru
Di sana harapan dan impian.

[Antara Benci dan Rindu - Ratih Purwasih]

PEMILIHAN Walikota Pangkalpinang jilid II atau Pilkada susulan hitungan bulan akan dimulai lagi. Setelah sempat jeda usai di Pilkada serentak, belum terpilih pemimpin baru.

Di antara itu, masyarakat di Pangkalpinang, masyarakat ibukota, sama dengan masyarakat lainnya, beranggapan bahwa: Politik di Indonesia seringkali dipandang sebagai dunia yang penuh dengan ketidakadilan, intrik, dan saling sikut.

Ketidakpuasan masyarakat terhadap para pelaku politik inilah yang kemudian memperkuat persepsi bahwa politik adalah sesuatu yang tidak bisa dipercaya sekaligus berbahaya.

Namun, jika kita mengulik sejarah dan esensi politik itu sendiri, sesungguhnya politik adalah seni mengelola kekuasaan untuk mencapai kebaikan bersama.

Dalam kerangka ini, politik tidak hanya sekadar alat untuk meraih kekuasaan, melainkan juga sarana untuk mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan rakyat, dan penegakan hukum yang adil. Politik, jika dijalankan dengan benar, dapat menjadi jalan untuk membangun bangsa yang bermartabat dan beradab.

Pertanyaannya: sudah benarkah perpolitikan di Pangkalpinang?

Tak bisa menjawab itu hanya dari satu sudut pandang. Karena benar dan tidaknya pandangan terhadap tingkah laku dan pola politik, itu penilaian yang subjektif. Bukan seperti papan skor di atas lapangan sepak bola.

Maka Penulis hanya ingin fokus kepada satu sosok, yang belakangan, telah mendaftar di Partai Gerindra dan Partai PDIP untuk kembali melanjutkan perjuangannya di Pilwako Pangkalpinang: Ya, namanya Maulan Aklil.

Saat ia kalah dari kotak kosong di Pilkada 27 November 2024, banyak pihak yang dengan artikulasi mentah dan cepat, menebak-nebak bahwa karir politik pria yang disapa Molen itu akan habis. Akan jatuh ke jurang sedalam-dalamnya. Karena nampaknya, itu yang diinginkan beberapa elit politik di Pangkalpinang.

Ia dicaci sehabis-habisnya. Semua yang beririsan dengan Molen selalu dianggap salah. Bahkan kucing putihnya pun dianggap tak layak terlihat di halaman rumah. Bagi sebagian orang, Molen sudah hancur! Mereka seakan tak memberi sedikit ruangpun untuk Molen menarik nafas sahaja.

Apa ia seburuk itu?
Ternyata tidak. Itu hanyalah irisan luka yang ditetes garam. Molen harus mereka ciptakan agar terlihat jahat, entah bagaimana caranya prestasi selama ia memimpin Pangkalpinang ditutup agar mata masyarakat tak melihat.

Secara terus-menerus ujaran kebencian terhadap dirinya digaungkan. Terkadang sudah kelewatan. Tidak lagi pakai data, yang penting mereka bisa menekankan "asal jangan Molen".

Ia begitu banyak mendapat banyak perlawanan. Bahkan jauh sebelum ia ingin melanjutkan kepemimpinan di--harusnya, periode keduanya. Seperti muncul gerakan yang disengaja untuk menjatuhkan pria ini. Setidaknya itu yang terlihat.

Dan saking lucunya, bahkan Gubernur Bangka Belitung Hidayat Arsani harus "turun tangan" untuk "memohon" untuk ia tidak maju lagi di Pilkada, dengan gaya bahasa dan artikulasi bisikan politik yang entah darimana dia dapat, meminta dengan sedikit bahasa (diduga) meremehkan, (diduga) mengecilkan dan (diduga) mengerdilkan hak konstitusi seorang warga negara bernama Molen, yang ternyata sampai tulisan ini Penulis buat, Molen masih mendapat cinta dari masyarakat.

Pertanyaannya:

Kenapa sampai seorang Gubernur mengurusi urusan yang bukan urusannya? Meminta orang untuk membuang haknya? Padahal, masih ada cinta yang besar untuk Maulan Aklil di antara ia yang (masih) ditakutkan.

Benci, benci, benci, tapi rindu jua
Memandang wajah dan senyummu, Sayang
Rindu, rindu, rindu, tapi benci jua
Bila ingat kausakiti hatiku
Antara benci dan rindu di sini
Membuat mataku menangis

[Antara Benci dan Rindu - Ratih Purwasih]

Penulis: Surya Nafiz Muhammad/Mahasiswa




Baca Juga